Selasa, 22 Februari 2011

Perdagangan Internasional

ACFTA: BERKAH ATAU BENCANA BAGI INDONESIA?
SEJAK 1 Januari 2010, perjanjian perdagangan bebas antara China dan enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam) yang lebih dikenal dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) telah dimulai.
Perjanjian yang menyepakati adanya ASEANChina Free Trade Area (ACFTA) sebenarnya sudah direncanakan sejak 2002 dan ditandatangani pada 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja. Konsekuensi dari adanya perjanjian tersebut adalah pembukaan pasar dalam negeri secara luas untuk dapat dimasuki barang-barang industri dari negara yang ikut dalam perjanjian tersebut. Tidak dapat dimungkiri posisi China yang sangat berpengaruh pada tataran perekonomian internasional membuat setiap negara ingin melaksanakan kerja sama dan berguru kepada mereka seperti ungkapan “belajarlah hingga ke negeri China”.
Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan China yang sangat pesat saat ini merupakan langkah nyata keberhasilan Pemerintah China dalam membangun perekonomian dan perdagangan internasionalnya. Perekonomian China yang berorientasi pada ekspor menjadi tantangan bagi negaranegara di dunia, khususnya negara berbasis industri. Namun, sudah seharusnya Indonesia tidak hanya belajar dari keberhasilan China dalam membangun perekonomiannya, tetapi juga harus belajar dari pengalaman bangsa lain tentang China, khususnya dalam hubungan dagang internasional dan mentalitas atau kebijakan dalam negeri yang mereka laksanakan.
Pro dan kontra keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian tersebut sangat jelas terasa. Pihak yang pro menyatakan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA tidak berarti ancaman serbuan produkproduk China ke Indonesia, tetapi merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke China dan negara-negara ASEAN serta peluang tumbuhnya investor dari negara-negara tersebut yang akan menanamkan modalnya di Indonesia guna membuka lapangan usaha baru untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia. Di samping itu, dengan adanya ACFTA, konsumen di Indonesia juga akan diuntungkan dengan adanya barang-barang yang lebih murah yang akan masuk ke Indonesia sehingga daya beli masyarakat akan naik.
Pandangan akan keuntungan yang didapatkan Indonesia dengan keikutsertaannya dalam ACFTA ini berbeda dengan pihak yang menentangnya. Ada kekhawatiran akan dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut bagi kelangsungan hidup industri lokal, khususnya industri mikro, kecil, dan menengah yang saat ini masih berjalan terseok-seok. Mereka menganggap bahwa saat ini kebijakan-kebijakan pemerintah belum dapat menaikkan daya saing industri mikro, kecil, dan menengah di tengah kancah industri internasional, apalagi dengan adanya kebijakan baru dengan dibukanya pasar bebas tersebut sehingga ditakutkan industri mikro, kecil, dan menengah akan semakin terpuruk dan mati secara mengenaskan.
The show must go on, inilah istilah yang tepat yang harus diterima masyarakat Indonesia dengan telah diberlakukannya kesepakatan ACFTA tersebut. Pelaksanaan ACFTA seharusnya tidak menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Memang tidak dapat disangkal bahwa di satu sisi kesepakatan tersebut akan banyak menguntungkan bagi para konsumen. Sementara di sisi lain juga dapat mengancam kelangsungan hidup produsen lokal. Akan tetapi dengan telah ditandatanganinya kesepakatan ini sejak lama, masyarakat Indonesia haruslah yakin bahwa pemerintah sudah memikirkan hal tersebut matang-matang.
Masyarakat juga harus yakin bahwa pemerintah telah mempersiapkan segala sesuatunya baik sarana-prasarana serta kebijakan tambahan yang benar-benar prorakyat maupun langkah-langkah dalam menangani konsekuensi negatif yang ditimbulkannya. Dengan demikian keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA dapat benar-benar membawa manfaat dan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Jika hal tersebut dilihat dari sudut pandang dalam sistem ekonomi Islam yang saat ini masih terus berkembang, kewajiban negara dalam hal ini pemerintah telah diatur, salah satunya untuk memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal, dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya.
Selain itu, negara juga berkewajiban mengatur ekspor dan impor barang sehingga benar-benar dapat mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Pembatasan ekspor bahan mentah dan peningkatan ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri adalah juga merupakan tugas dari pemerintah, demikian halnya dengan pembatasan impor barang-barang yang dapat mengancam industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan semua kebijakan yang ada dengan memastikan bahwa barang-barang yang masuk ke Indonesia adalah merupakan barang-barang yang legal.
Kesemuanya harus sesuai dengan standar yang ada di Indonesia dan memiliki kepastian akan kehalalannya. Semua itu harus dilakukan pemerintah karena negara adalah pelindung bagi rakyatnya. Di sisi lain, para pejabat dan masyarakat harus lebih meningkatkan sikap nasionalismenya dengan lebih mencintai produk-produk dalam negeri karena hal inilah yang akan menjadi tumpuan bagi tetap eksisnya keberadaan produk-produk lokal.
Para pengusaha juga harus lebih meningkatkan daya saing dengan lebih meningkatkan mutu produk dengan selalu berinovasi guna memperoleh pasar lebih besar yang terbuka di negara-negara ACFTA serta meningkatkan ketahanan mental spiritualnya karena hal tersebut merupakan kunci sukses bagi para pengusaha. Demikian juga dengan para politikus, guna menghadapi ACFTA ini janganlah saling menghujat, tetapi bantulah dengan aksi nyata baik kritik yang bersifat membangun maupun bersifat solusi bagi semua pihak. (*)


HADAPI AFTA, EKSPOR MOBIL INDONESIA TANCAP GAS
Menghadapi ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang akan berlaku efektif 1 Januari 2010, Indonesia sudah siap menjadi basis produksi kendaraan bermotor yang pantas diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara.
Kesiapan itu dibuktikan oleh salah satu Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), yaitu PT Honda Prospect Motor (HPM) dengan mengekspor 1.000 unit Honda Freed ke Thailand, Senin (14/12), kemarin. Selain HPM, ada juga Toyota Astra Motor (TAM), Astra Daihatsu Motor (ADM) dan yang akan segera menyusul dalam waktu dekat adalah Hyundai Mobil Indonesia (HMI). Hyundai akan mengekspor H1.
Menurut Presiden Direktur PT HPM Yukihiro Aoshima, ekspor 1.000 Honda Freed ke Thailand membuktikan bahwa kualitas pabrik Honda di Indonesia telah memenuhi standar dunia. “Prinsipal kami telah menunjuk Indonesia menjadi basis produksi Honda Freed di kawasan Asia Tenggara. Kami sangat bangga bahwa Honda Freed yang kami produksi akan dipasarkan di negara produsen otomotif besar seperti Thailand,” tambah Aoshima.
Tak hanya Thailand, PT HPM juga akan memasok Honda Freed Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di dua negara itu, Singapura dan Brunei, HPM telah mengirim 60 unit Honda Freed. Hingga saat ini, Honda Freed yang diluncurkan pertengahan tahun lalu itu telah terjual 8.483 unit hingga November 2009.
Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar yang hadir saat pelepasan Freed ke Thailand, mengatakan bahwa kualitas manufaktur khususnya perakitan kendaraan bermotor di Indonesia telah diakui dan sudah memiliki standar internasional. “Ekspor Honda Freed ke Thailand ini adalah perisitiwa penting dan bersejarah untuk Indonesia. Apalagi, ini terjadi di tengah-tengah krisis ekonomi global yang belum pulih. Momentum ini adalah sinergi yg baik antara swasta dan pemerintah kedua belah pihak,” ujarnya.
Kinerja ekspor otomotif dari 2004 sampai 2008, menurut Mahendra menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. “Tingkat pertumbuhannya 30 persen per tahun,” katanya. Pada 2004 tercatat US$909 juta, atau meningkat tiga kali lipat menjadi US$ 2,7 milyar pada 2008. (Sumber: inilah)
Namun, tahun lalu kinerja ekspor otomotif Indonesia menurun menjadi US$ 1,057 juta pada Januari hingga Agustus akibat krisis global. Prestasi itu juga merosot 43,57 persen jika dibandingkan rapor Januari hingga Agustus 2008.
Honda Freed pertama kali diperkenalkan di Jepang pada Mei 2008, dan meraih Best Value pada Car of The Year 2008-2009. Pada periode itu, Honda Freed juga mencatat angka penjualan tertinggi mobil jenis mini van di Jepang. Indonesia merupakan negara pertama di luar Jepang yang meluncurkan model Honda Freed pada akhir Juni 2009. (Sumber: inilah/ Foto: maxspeed)

Source: Hadapi AFTA, Ekspor Mobil Indonesia Tancap Gas | Berita Cerita Kota Medan http://www.medantalk.com/hadapi-afta-ekspor-mobil-indonesia-tancap-gas/#ixzz1BBqRuWvT
Copyright: www.MedanTalk.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar